Posted by : Sanguine bercerita tentang hidup
Sabtu, 29 Juni 2013
Kisah ini dimulai saat saya masih
bersama geng “unik”. Sesuai namanya, anak anak yang ada didalam juga punya
pemikiran yang tak kalah unik bahkan bisa dibilang mainstream. Awal 2013 kami
memutuskan untuk menjadi volunteer salah satu “penampung” anak jalanan,
meskipun hanya satu diantara sepuluh anak yang bisa dikatakan murni anak
jalanan. Awalnya kami ber 6, berkurang satu menjadi 5 orang, ilang lagi satu
tinggal 4 orang, dan terakhir tinggal 2 orang. Bukan karena niat yang tidak tepat,
tapi karena kesibukan kami dengan agenda kampus sehingga banyak diantara kami
yang tidak bisa membantu.
Bukan
cerita kami yang menarik, tapi senyum dari para kesatria pasar “maling” ini lah
yang ingin saya bagi. Kala itu sore, langit tertutup awan petang, dengan
gerimis sedikit membasahi tubuh kami ( tinggal 2 ) yang berselimut keringat.
Pukul 16.00 kami berangkat dari kampus tercinta, tak tega rasanya kami melihat
tawa dari adik – adik luntur karena kami absen dari jadwal mengajar. Sebenarnya
saya pribadi ragu untuk datang, mengingat patner saya yang paling bersemangat
ini adalah seorang akhi ( heheh) dan biasanya paling tidak mau pergi berdua
dengan perempuan, yah mungkin perasaan cinta kepada anak anak lah yang membuat
dia tergugah untuk berangkat tapi mungkin juga karena dia satu satunya diantara
kami yang dikenal oleh pihak pengelola.
Sekitar
pukul 16.30 kami sampai di basecamp. Sedikit ada yang aneh, anak anak keluar
satu persatu ada juga yang bergerombol keluar dari tempat bercat hijau
tersebut, masing masing dengan membawa buku, kardus, rak dan perabotan rumah
lain. Kami segera menghampiri pengelola, oh ternyata mereka sudah menemukan
secret yang baru dan murah. Segera saya meraup apa yang bisa saya bawa, saya
ditemani salah satu anak yah bisa dibilang paling dekat sama saya, menerobos
pasar, menyusuri jalan sempit, sesekali berhenti karena menaggung beratnya
barang yang kami bawa, lintasan kereta nampaknya tidak senang kami berhenti dan
segera kami melanjutkan perjalanan. sepanjang jalan kami bercerita, tentang
dia, tentang orang tuanya, bahkan tentang cinta.
Irigami, Karya tangan yang biasa kami ajarkan
Rumah
yang lebih kecil dan kumuh menjadi secret baru anak anak ini, saya tidak tau
alasan pasti kenapa mereka memilih pindah selain alasan “murah”. Tak ada raut
sedih dari mereka, yang saya lihat semua masih dengan tawa khas masing –
masing. Dari secret baru ke secret lama membutuhkan waktu 10 menit jika
ditempuh dengan jalan kaki, dan bayangkan kami mesti bolak balik 3x dengan
barang bawaan cukup berat, dan yang terakhir bahkan kita disuruh mengangkut
lemari. Saya tidak melihat wajah kesal dari teman saya sesama volunteer, tapi
entah kenapa saya menyesali diri, kenapa mesti datang ke secret kalau ujung
ujungnya saya hanya diminta mindahin barang, kan buang buan tenaga banget. Eit,
itu hanya pemikiran sesasaat, diakhir saya sempet becanda gurau dengan mereka,
diantara anak anak ini ada yang tidak bisa menikmati liburan karena harus
berjualan di jalan, ada yang mungkin ngamen dijalanan, tapi mereka tidak pernah
mengeluh, mereka berusaha tetap datang untuk belajar disanggar, itung itung
nyolong waktu lah buat main dengan anak anak lain yang berusia sebaya. Khusnul
adalah salah satu anak sanggar tersebut. Dia masih duduk dibangku kelas 3 SD,
katanya dia pasti masuk 5 besar di
sekolah, kalo dilihat lihat emang sih kelihatan kalo pinter, tapi yang jelas
dia pinter membagi waktu, buktinya tiap saya datang ke sanggar, pasti dia
kelihatan batang hidungnya. Cerita cerita ini menjadi alasan kenapa saya mesti
datang hari itu.
Sore
itu benar benar menarik, membuat saya ingin lebih dekat, membuat saya menikmati
celoteh celoteh lucu mereka, tapi sayangnya kejengkelan saya saat itu ternyata
menjadi kejengkelan yang terakhir, Karen setelah itu kami (geng unik )
memutuskan untuk berhenti menjadi volunteer karena ketidak jalasan jadwal dll
dari pihak pengelola. Kini saya
merindukan tawa dari balik pasar & candaan yang terkadang menusuk hati dari
para anak jalanan. Ingin rasanya saling berbagi lagi, yah semoga Tuhan segera
mempertemukan saya dengan anak anak yang membutuhkan bimbingan saya boleh
disitu lagi, atau mungkin ditempat lain yang jauh membutuhkan.
Fakta menunjukan bahwa rata rata
orang dari golongan kelas bawah memang terkesan nakal, wajar kalau saya rasa,
karena memang mereka dipaksa menjadi “keras” oleh orang tua mereka, tapi
biarlah kita yang sedikit diatas mereka mengulurkan tangan untuk berbagi
tentang indahnya hidup, membantu bercerita bahwa hidup tidak sekeras yang
mereka bayangkan. Mari kita yang sedikit lebih beruntung ini membuat hidup ini
indah dengan mengatakan kepada mereka bahwa tidak hanya uang yang mampu
mengubah dunia, tapi ada hal lain yang tak kalah pentih yaitu Ilmu.