Posted by : Sanguine bercerita tentang hidup
Kamis, 27 November 2014
Mahasiswa
berasal dari kata maha dan siswa, yang berarti siswa yang di “maha” kan. Mahasiswa
tidak semua orang bisa menyandang predikat tersebut. Beban berat sebenarnya
bila seseorang dikatakan mahasiswa. Why?? Mahasiswa seperti yang dijelaskan diatas,
berarti seseorang memiliki pemahaman jauh diatas yang lain dalam bidang
keilmuan tertentu. Kalau kata senior-senior di kampus nih ya, sering banget
dijelasin kalo mahasiswa punya tiga peran penting. Peran itu agen of change , social control, dan iron
stock. Pertanyaan penting yang harus dijawab adalah apakah peran-peran
tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat? dalam menjalankan perananya
untuk siapa sebenarnya pelaku melaksanakanya? Niatan yang tulus atau karena
jabatan semata?
Agak
bosan sebenarnya ketika berbicara tentang politik kampus, walaupun sebenarnya
saya tidak paham betul. Hampir semua BEM, himpunan, sampai komunitas-komunitas
kecil dalam kampus memiliki project sosial. Projectnya pun bervariasi, ada yang
menawarkan bimbingan belajar gratis hingga yang mengarah ke bimbingan soft
skill. Sayangnya semua ini hanyalah project, project memiliki masa dan ketika
masa itu usai, selesailah kegiatan mulia tersebut. Terkadang terbesit dalam
pikiran saya, kesemuanya itu dilakukan untuk siapa?? Agar organisasi itu
terlihat bagus dan dianggap sukses? Apakah yang berperan didalamnya mau
melakukan kegiatan sosial diluar organisasi tersebut tanpa dibayar? Sayang sungguh
sayang, sebagian besar dari kegiatan mulia tersebut berbau pencitraan untuk
menyempurnakan ambisi sesaat.
Saya
pernah terlibat dalam sebuah aksi sosial, indpenden, bukan dari himpunan, BEM,
atau semacmnya. Saya juga bingung untuk apa saya melakukan. Untuk diri saya
sendirikah? Tapi untuk apa, karena tidak dampaknya kepada saya. Okelah mungkin
karena lebih tepatnya saya diajak, jadinya ngikut arus tanpa tujuan, tanpa
ambisi.
Pada
suatu hari hati saya tergugah melihat anak-anak kecil dikampung dimana saya
tinggal di Malang. Saya coba dekati, dan saya tawarkan kepada mereka untuk
belajar gratis. Awal-awalnya saya sangat bersemangat, saya berfikiran, ya
inilah peran mahasiswa, akan tetapi setelah satu bulan berjalan, jujur rasa
malas mulai menggerogoti. Kenapa? Tanpa dibayar, siapa coba yang mau capek
capek ngajar. Akhirnya saya mulai jarang memberi pelajaran tambahan ke
adik-adik kampung. Saya memilih rapat dikampus ketimbang “ngelesi”. Dari cerita
saya diatas, orang-orang yang mampu memberikan manfaat tanpa mengharapkan
imbalan apapun sungguh itu luar biasa. Apalagi diantara godaan duniawi yang
begitu menggiurkan masih bisa bertahan pada niatan “menebar manfaat”, saya akui
sungguh hebat dan benar-benar mulia. Sayangnya hanya sebagian kecil saja yang
mampu bertahan, karena kebanyakan kegiatan-kegiatan mulia dibumbui ambisi untuk
mencapai sesuatu.
Mahasiswa
sebagai agen perubahan, social control, dan iron stock harus mampu mendobrak
tembok ambisi yang begitu kuat. Harus diingat bahwa menebar manfaat
disekeliling kita adalah salah satu kewajiban dari mahasiswa. Jangan hanya
terfokus pada program kerja yang ada, tetapi juga luangkanlah sedikit waktu
untuk sedikit berbagi manfaat kepada sesama tanpa harus menunggu project. Ambisi
memang harus dipenuhi, tetapi menyelaraskan ambisi sehingga bisa menebar
manfaat pada sesama itu jauh lebih penting. Tanggung jawab kita ke orang tua
adalah belajar, sedang masyarakat menunggu kewajiban kita untuk menebar
manfaat.
NB : Maaf Tulisan saya
kadang gak nyambung sama judul :D