Posted by : Sanguine bercerita tentang hidup
Jumat, 03 Januari 2014
Malang,2014
Ada yang bilang
perjalanan membuat kita lebih bijak memaknai hidup, benar juga sih, ide tulisan
ini juga hasil dari perjalanan saya bersama seorang “teman”. Dibandingkan
dengan perjalanan – perjalanan yang pernah saya lakukan, mungkin yang satu ini
biasa banget, jalanan agak padat merayap, ditambah matahari agak malu – malu
kucing, sehingga kami yang ada didalam bis serasa didalam oven. Kota tujuan
hampir sampai, oh betapa jalanan sedang ingin menguji kesabaran pengguna kendaraan.
Yah sabar, sabar dan
sabar, ini akan sedikit melegakan, barangkali dengan sabar, suasana akan
sedikit berbeda, dari yang panas banget menjadi agak panas. Saya dan teman saya
bisa dibilang dekat, dekat sekali malah. Dari awal perjalanan kami banyak bertukar
cerita, cuman yang paling mengena bukanlah cerita dari yang kita utarakan waktu
itu, tapi cerita tentang yang terjadi saat itu.
Sebelum sampai kekota
tujuan, saya harus transit di sebuah terminal kemudian berpindah bis menuju
kota tujuan. “naik patas enak kayaknya” kalo gak salah sih gitu kata teman
saya, tapi saya tetap naik bis ekonomi sajalah, yah pengiritan, meskipun
tulisan saya barusan dimuat, saya ingin lebih berhemat. Agak nggak enak juga
sih, bis ekonomi pastinya lebih panas, saya agak kasihan melihat teman saya,
mungkin kurang terbiasa, beda dengan saya yang sudah biasa. Bis berjalan
perlahan, dan saya habiskan perjalanan dengan tidur. Panas membangunkan saya,
sebentar sebentar mengusap keringat yang menghujan. Kota tujuan telah didepan mata,
betapa masyarakat telah makmur hidupnya, jalanan penuh sesak dengan kendaraan
umum dan pribadi.
“ngojek yuk, macet
banget loh, biasanya aku kalo nggak kuat juga ngojek” teman saya berujar,
insyaAllah kurang lebih seperti itu. saya menolak dengan halus, saya
persilahkan teman baik saya untuk mengojek sedangkan saya akan melanjutkan
perjalanan dengan angkutan kota. Tidak masalah sebenarnya, saya agak sungkan,
karena lagi lagi teman saya mengurungkan keinginannya karena mungkin nggak enak
dengan saya, kemudian dia bercerita bahwa teman dia malah naik taksi kalo
misalkan lagi nggak sanggup apalagi kejebak macet (kurang lebih maksutnya
seperti itu ) karena temanya anaknya orang kaya, ya huhu karena memang mungkin
temanya lebih beruntung daripada saya. Saya jujur nggak enak sekali dengan
teman saya satu ini, ya mungkin seharusnya saya ikut naik ojek, tapi saya
tegaskan, bulan ini adalah bulan hemat, selain karena saya sedang ada misi, hal
yang lebih penting adalah uang bulan ini agak dipres sama orang tua saya, yah
meskipun tiga bulan ini saya agak bisa hidup mandiri dengan sering ngirim
tulisan dan dapet bayaran, tetep aja tag line dibulan ini adaah bulan “HEMAT”
Oke mari menerjemahkan
dari cerita saya, mungkun suatu saat ini akan bermanfaat untuk anda. Cerita diatas
bukan masalah angkot,ojek,bis ekonomi,bis patas,dan taksi. Tapi bagaimana kita
bisa menyesuaikan kondisi keuangan dengan realita, ketika harus berhemat ya
silahkan berhemat, kalo memang ada rezeki ya silahkan sedikit menghargai diri.
Ketika memang tidak ada jangan berusaha untuk di ada – adakan, bilang tidak
ada. Bersyukurlah kita yang terlahir dengan orang tua lengkap, kemudian
dibesarkan dengan kasih sayang, jauh lebih beruntung anda yang hingga saat ini
kedua orang tua masih ada dan senantiasa memberikan beasiswa kepada anak anak
yang sangat dicintainya. Anda yang hidup dengan satu orang tua saja
(yatim/piatu) atau bahkan tanpa orang tua, anda harus tetap bersyukur, ternyata
Allah masih mencintai anda dengan memberi kesempatan untuk tetap bertahan hidup.
Memasuki usia 17 tahun saya mulai menyandang predikat “yatim”, tapi saya
bersyukur saya masih punya ibu yang sangat mencintai saya dan 9 saudara saya
yang lain, hingga saya bisa masuk perguruan tinggi tanpa beasiswa bidikmisi. Dan
saya yakin diluar sana banyak sekali ibu – ibu hebat dan bapak – bapak hebat
lainya.
Orang
tua tidak akan bilang “tidak” kepada anaknya selama itu untuk kebaikan putra
dan putrinya. Sayangnya kita sebagai anak sering lupa, bahkan untuk mengecup
kening orang tua walau hanya satu detik, ah bilang maaf aja mungkin jarang,
atau jangan – jangan tidak pernah?? Ya sudah itu urusan anda. Kita yang merasa
“kaya” sering merasa ya sudah memang kita punya, jadi terserah dong uang ini
saya gunakan untuk apa, ya terserah anda juga sih kalau berpikiran seperti itu.
mungkin anda tidak pernah merasakan hidup damai tentram semua serba tercukupi
tapi tiba tiba Allah mengambil semuanya, sehingga kita mesti memulai hidup dari
0 lagi. Terkadang ketika kita merasa “punya” memang sering lupa, cobalah tengok
mereka yang ada dibawah kita, refleksi, kemudian bersama mencari solusi
bagaimana hidup tanpa “ketergantungan orang tua”. Pun dengan saya, bukan
berarti saya menulis seperti ini saya sudah berhasil hidup madiri, justru
karena saya sedang berusaha mencoba, saya juga ingin teman – teman yang masih
“ketergantungan” dengan orang tua untuk mencoba, dan selamat kepada anda yang
sudah bisa hidup mandiri. Satu hal yang harus diingat bahwa hidup tidak selalu
diatas, adakalanya kita berada dibawah. Kondisi diatas bukan sekedar membuat
“enak” diri, tetapi bagaimana memaknai setiap apa yang Allah beri kemudian
mempersiapkan jika suatu hari diambil oleh yang maha Pemberi. Kondisi dibawah
bukan untuk disesali, menikmati setiap usaha usaha dan doa hingga apa yang
diharapkan dikabulkan oleh Allah.
Lewat
perjalanan, ini adalah salah satu cara untuk sedikit membuat diri lebih dewasa,
anda punya cara sendiri, saya pun punya cara sendiri. Saya memang lebih senang
naik kendaraan umum, banyak cerita yang bisa kita dapat walau hanya duduk
selama 5 menit, asal kita mau menggali dan memaknai. Jadilah orang yang pandai
menikmati dan memaknai setiap perjalanan yang kita lakukan supaya itu tidak
menjadi hal yang sia – sia.