Posted by : Sanguine bercerita tentang hidup Kamis, 01 Mei 2014



Orang bilang aku terlihat kurus kerontang, bagi laki laki aku tidak menarik, karena dadaku rata, dan aku tidak bahenol seperti wanita lain. Ah tapi aku tetap bersyukur, bisa hidup berkecukupan.
“Hai arek anyar, apa kau tak punya beras yang bisa kupinjam??” Tanya mbak Jum, tetangga paling dekat denganku. “Wah nggak ada mbak jum”  jawab ku dengan sedikit senyum.
“Yowes” timpa mbak jum, bibirnya sedikit manyun, tanda kekecewaan karena tak dapat pinjaman.
Aku memang baru 3 bulan pindah ke Malang, tepatnya di Kecamatan Lowokwaru, tapi aku juga tak tahu pesrsisnya dimana. Orang baru sepertiku, harus bisa menjaga sikap dengan orang kampung, maklum, meskipun ini Kota, aku tak yakin ini benar benar kota. Pemikiran primitive  dan sikap yang sering sekali kujumpai di kampungku, bukan kampung malah tetapi desa.
“Eh kon ngerti gak, itu lo mbak samini dia habis beli mobil baru, ah padahal utang aja dimana mana” suara ibu – ibu sedang bergosip, ah iya ini pukul 10.00 WIB, kuintip dari jendela, tebakanku tak salah, ini waktu tukang sayur lewat diikuti suara para ibu – ibu kurang kerjaan ini membicarakan tetangga bahkan saudara sendiri, tak jarang mereka saling pamer, dan berakhir dengan adu mulut. Mbak Jum, yang kebetulan ibu RT selalu memperingatkanku untuk tidak dekat dekat dengan mereka, yah aku tahu akhirnya kenapa.
***
Malang, tak sedingin kata orang, aku telah tertipu. Pukul 07.00 aku segera berangkat ke kantor yang terletak dekat balai kota. Butuh 30 menit dari rumah untuk sampai ke tempatku kerja, tak ada motor, aku menghabiskan hari hariku dengan mobil berwarna biru dengan tulisan ADL didepanya, hahah iya aku selalu menggunakan jasa Angkot entah ke tempat kerja, ataupun sekedar keliling kota Malang.
            Hal yang paling kusukai adalah melamunkan masa depan diatas angkot, macetnya kota Malang, seakan memupuk angan anganku seolah itu akan menjadi kenyataan. Dan aku melakukanya setiap hari, mimpiku seolah semakin terpupuk, ya karena Malang setiap hari macet.
******
Aku hampir bosan hidup. Rutinitas yang kulakukan begitu begitu saja, Kerja – pulang, kerja – pulang, tak ada yang istimewa. Pendapatanku pun tak seberapa, ditambah harus bayar uang kontrakan tiap bulanya. Ah iya hari ini libur kerja, aku ingin mengenal lebih dekat orang kampung, barangkali mereka tidak sejelek yang kukira, ya meskipun mbak jum sudah bercerita sih.
Aku mulai menyusuri kampung, tak ada bagusnya kampung ini, pikirku. Ah itu Mbak Samini, wanita yang beberapa kali dibicarakan, aku mencoba mendekatinya dan ingin menyapa, tapi aku mengurungkan niatku, daripada terkena masalah, lebih baik aku menghindarinya. Aku melanjutkan perjalanan dan terus melanjutkan perjalanan, aku tak sadar matahari yang begitu terik sedang menghujani tubuhku.
“oh panas sekali” desisku, “apakah Malang telah berubah menjadi neraka?” aku membatin dengan penuh kekesalan.
Bau aspal ditambah asap kendaraan bermotor membuat kulitku yang hitam ini semakin hitam, kalo begini mana ada laki laki yang berani mendekati, aku tergelitik, kenapa aku berfikiran seperti itu.
“Nduk, Kesini lo, panas panas ngapain berjalan tanpa alas kepala” Bapak tua itu merusak lamunanku. Laki laki berusia 60 tahunan ini memampirkanku ke rumahnya yang kuno dan penuh tanaman hias.
“minumlah” ia menyuruhku meminum, entah kenapa aku merasa sangat nyaman sekali dengan bapak yang barusan aku tahu namanya, Basar. Bapak ini sudah sangat tua, tapi masih terlihat sehat, dan satu lagi, aku baru melihatnya setelah kurang lebih 3 bulan tinggal di Kota ini.
“Kamu tetangga baru ya?? Kok aku ndak pernah melihat mu??” Tanya Pak basar, sambil memegangi jenggotnya yang sudah memutih.
“Ah iya Pak basar, saya baru 3 bulan pindah kesini” timpalku dengan wajah senang. “ Oh iya pak basar, saya dengar Malang itu Kota yang dingin, tapi kenapa saya merasa panas sekali ya pak?? Ini saya yang salah apa emang panas?”lanjutku dengan polos.
“hahaha” Pak basar hanya tertawa lebar, aku bingung melihat sikap pak Basar.
“Lah ya gimana mau nggak panas, lihat berapa orang di kampung ini yang tidak punya kendaraan bermotor?? Tanya pak Basar,
“Ada pak, saya nggak punya” bantahku polos,
“Tapi nanti kalau sudah punya tabungan pas, ujung ujungnya mau beli kendaraan bermotor kan?” tanyanya balik
Aku hanya diam, aku pikir hal yang kami bicarakan adalah hal yang sangat sepele, tapi entah kenapa aku merasa ada sesuatu hal penting yang ingin pak Basar sampaikan terkait masalah ini.
“Lihar motor dimana – mana, mobil pribadi penuh sesak disetiap poros jalan kota Malang, berapa ribu gas beracun yang sudah mengotori langit malang tiap harinya?? Dan sayangnya mereka tidak sadar, atau mungkin tidak ada yang menyadarkan, kamu masih muda kan? Berapa usiamu? Kenapa kamu hanya diam ketika merasa Malang semakin panas?? Mau nunggu pemerintah??” Ungkap Pak basar sambil berapi – api. 
Aku bingung menjawabnya dari mana, aku terdiam membisu, sejenak berpikir,memang benar yang dikatakan Pak Basar, tapi yang aku bingungkan bagaimana solusinya, toh Malang juga sudah terlanjur panas, aku juga bingung apa hubunganya denganku, aku pendatang, aku bukan orang Malang. Bapak ini terlalu berat omonganya.
“Saya Pamit dulu pak” aku menyela omongan Pak Basar, meskipun sebenarnya kurang sopan. Segera aku belari keluar rumah, walau Pak Basar sepertinya tidak menghendaki aku pulang.
****
Dalam perjalanan pulang, aku melewati jalan yang sama, melewati rumah mbak samini, melewati rumah rumah kumuh warga, dan melewati rumah mbak Jum.
“Mbak Jum, Mbak Jum ada Di Rumah??” Panggilku sambil mengetok pintu. Aku initip dari jendela, keluar wanita berambut pendek, agak hitam, tinggi, dan tatapan mata yang tajam dari selambu kusam, dan membuka pintu untukku
”Ono opo?? Kamu sudah punya beras yang bisa ku pinjam??” Tanya mbak jum, “Gak ada mbak Jum, saya cuman mau nanya aja” balasku cepat.
“Masuklah, apa yang mau kamu tanyakan??”
            Kepada mbak Jum aku bercerita tentang laki – laki tua yang kutemui tadi, tentang argument argumennya, tentang pemikiran yang menantang. Ekspresi mbak Jum ternyata hanya kecut. Mbak Jum menuturkan, masalah macet dan polusi yang disebabkan oleh kendaraan bermotor adalah masalah biasa, kita tidak bisa memaksakan seseorang hanya karena gas emisi yang ditimbulkan, karena setiap orang memiliki ego masing – masing dan kepentinganya berbeda, jaman semakin dimudahkan kenapa mesti memilih jalan yang susah. “Gak usahlah pakai nuntut pemerintah, memang kita siap jika harus tanpa kendaraan motor? Sudahlah kita mulai dari diri sendiri, dan jangan aneh aneh, warga terlalu sensitive dengan hal – hal yang merepotkan mereka” tutup mbak Jum,
            Hari ini berjalan begitu lama. Pikiranku masih tertuju pada masalah tidak penting menurutku dan seperti sangat penting bagi Pak Basar, yah menurutku hal yang TIDAK PENTING!!!!!!

*****
Aku kembali pada rutinitas ku, bekerja, bekerja, dan bekerja. Seperti biasa aku telah ditunggu mobil yang sudah seperti mobil pribadi, angkutan kota, melewati Kampus kampus besar, melewati jalanan yang kini penuh sesak dengan rumah warga. Sepanjang Jalan Ijen menyejukkan mata, tidak seperti Jalanan Soekarno – Hatta yang menyesakkan Mata.
Aku masih terngiang dengan apa yang kubicarakan dengan Pak Basar, panasnya Malang bisa jadi akibat menumpuknya kendaraan bermotor, tapi aku juga masih ingat betul kata mbak Jum, Masalah itu adalah tanggung jawab masing – masing bukan tanggung jawabku.
            Ibarat ini adalah sebuah novel, aku bingung bagaimana bisa menyelesaikan cerita ini, bagaiman cerita ini tidak menjadi beban buatku yang seorang pendatang baru. Cepatlah berakhir hari ini, cepatlah berakhir hari ini.
***
            Matahari telah terbungkus oleh bulan, kesunyian malam dihiasi gemerlap bintang, ditambah remang remang lampu yang terpasang disetiap sudut jalan. Bunyi kodok membangunkaknu lebih awal, ini masih belum pagi, Fajar saja belum tampak akan memperlihatkan wajahnya. Aku tak tau apa yang sebaiknya aku lakukan, aku tak biasa sholat malam, jadi aku tak pernah berfikir untuk melakukanya.
            Selembar kertas diatas meja nampaknya ia sedang memanggilku, ku gapai dan segera ku coreti
“Kota Malang, tentu tak semalang namanya.
Hawa Dingin yang dulu pernah melekat kini hanya tinggal kenangan,
Kota Malang, ini adalah petisi dari seorang pendatang,
Ingin mengingatkan dan menampar warga Kota Malang,
Agar sadar bahwa bumi telah teracuni oleh gas emisi dari motor yang kau kendarai,
Ayo satu hari saja pergi tanpa meninggalkan polusi,
Agar hawa dingin itu kembali”
            Selembar itu sudah cukup membuat mata ku mengantuk kembali, wahai mimpi, aku datang kembali. Pelan pelan kupejamkan mata, dan berharap malam segera pergi.
****
Pagi telah tiba kembali, matahari telah menungguku dan kemudian menyapaku dengan senyum terhangatnya, aku sedikit malu. Aku bergegas pergi, kulihat warga kampung juga sibuk menyambut kedatangan pagi, ada yang segera pergi kesekolah, ada yang sibuk menyiapkan sarapan, dan ada yang sibuk menafkahi diri, seperti aku.
Kulihat mbak Jum sedang menyapu halaman rumahnya yang berubin semen. Aku berhenti sejenak, ah iya, aku segera kembali kerumah dan kuraih catatan semalam.
“Mbak Jum ada sesuatu yang ingin kutunjukan” Teriakku dari depan rumahku.
            Mbak jum seperti agak sewot menjawabku “Apa lagi??”
“Aku ingin menunjukan petisi yang aku buat, yah paling nggak untuk warga kampung, semoga bermanfaat hehe” kataku, sambil menyerahkan catatanku
            Mbak Jum kembali hanya tersenyum kecut, layaknya pecundang yang kalah perang. Aku heran dengan mbak jum, sebagai ketua RT dia seharusnya sadar dan peka dengan lingkungan. Tapi ah ya sudahlah, lebih baik aku segera pergi bekerja.
***********
Dalam Pandanganku Malang adalah Kota yang bersih dengan hawa pegunungan yang sejuk, tapi ternyata aku salah, kini udara di Malang sangat tak bersahabat, Terik Matahari begitu Panas menyentuh kulit, meskipun orang bilang tak sepanas di Surabaya atau bahkan di Neraka. Mungkin orang menertawanku dengan petisi yang ku buat. Mungkin terlalu mustahil, terlalu idealis, cuman omong doang, atau apalah, tapi setidaknya aku telah sedikit bergerak untuk Malang yang lebih dingin, bukan lebih dingin tapi lebih sejuk udaranya. Setidaknya saya sudah sadar, dengan tidak menggunakan kendaraan bermotor meskipun angkot juga kendaraan bermotor, tapi paling tidak bukan kendaraan pribadi. Hampir disetiap ruas jalanan di Kota kembang ini, penuh sesak dengan kendaraan bermotor, saya sebagai pendatang terkadang sempat mendesis “gini kok Malang dibilang bebas polusi udara, orang Mobil dan motor numpuk dimana mana”. Ini memang hanya pandangan, pandangan tidak selalu benar dimata orang lain, tapi pandangan ini benar menurut hemat pribadi. aku tak yakin orang kampung menerima saranku, seperti reaksi mbak Jum, justru mungkin mulai besok aku akan menjadi bahan tertawaan atau bahan pembicaraan.
****
Matahari mulai tenggelam, aku telah usai bekerja, kulihat ada kertas putih yang terselip di jendela rumahku, segera kuraih, kuurungkan niatku, jangan – jangan kertas ini berisi cemohan dari warga kampung tentang petisiku, ah tapi aku tak yakin mbak jum telah membeberkanya.
Dengan penasaran kuraih kertas yang bertuliskan “Undangan Pertemuan Rukun Tetangga”, aku semakin berpikiran macam – macam , jangan – jangan aku akan diusir dari kampung ini, ah rasanya ini terlalu alay kalau kata anak muda sekarang. Dalam undangan bertuliskan 20 April 2014, pukul 18.00 WB, wah aku harus bergegas berangkat ke pertemuan. Jarang jarang aku dapat undangan kayak ginian, aku berdandan ala kadarnya, dan menuju rumah Mbak Jum, tuan rumah pertemuan.
            Aku telah sampai dirumah Mbak Jum, yah tidak sampai Lima menit dari rumahku. Ku salami setiap undangan, meskipun tatapan mereka terlalu tajam untuk kubalas. Mbak Jum, selaku Ketua RT segera membuka pertemuan sebelum hari semakin larut malam.
“Pada pertemuan ini kita akan membahas Petisi dari Minah” saat kata – kata ini terlontar dari mbak Jum, aku begitu kaget, maklum petisi itu adalah petisi yang kubuat, petisi yang dibuat dari pandangan seorang Minah, seorang pendatang baru.
“Saya selaku Ibu RT, dan para tetua Kampung ini telah memikirkan dan mempelajari apa yang Mbak Minah maksut” Mbak Jum melanjutkan, dan entah kenapa hatiku rasanya tidak karuan. Jangan Jangan,,,jangan jangan aku akan dikeluarkan dari kampung ini?? Oh semoga Allah memberikan kemudahan, meskipun aku bukanlah orang yang amat taat beribadah, aku tetap berharap Allah memberikan kemurahanya kepada ku, minah,seorang pendatang. Sebaiknya waktu itu aku tidak menghiraukan apa kata pak Basar, tapi justru mengikuti perkataan Mbak Jum, untuk tidak berbuat aneh – aneh . Tapi nasi sudah menjadi bubur. Apa mau dikata.
“Mbak minah, kami akan menerima petisi mbak Minah dengan mengadakan program KBM yaitu Kampung bebas motor, kenapa tidak kami beri nama Car Free Day, karena masyarakat tidak paham dengan bahasa Inggris, sehingga esensinya tidak tersampaikan. Dan kami meminta Mbak Minah sebagai ketua pelaksananya, bagaimana mbak minah??” Tutur Mbak Jum dalam Pertemuan tersebut.
            Paparan Mbak Jum bagai menyambar hati yang gundah, tidak bisa berkata apa – apa, mbak jum yang seolah tidak mendukung ternyata sebaliknya. aku tak bisa berkata kata, petisi singkat Minah ternyata mendapat respons. Huye, betapa senangnya, ternyata perjuangan ini tidak sia – sia.
****

“Bagaimana minah?? Puas??” Goda mbak Jum
“Yah Mbak Jum, terimakasih, Kukira…” Belum selesai aku membalasnya mbak jum sudah menyahut “ Kon kiro aku gak setuju?? Aku setuju tapi menunggu waktu yang pas, dan menunggu dukungan yang kuat”
“ya ya mbak Jum aku sangat setuju” pungkasku
****
Hari hari ku di Malang semakin indah, Kampungku tiap Sabtu dan Minggu bebas Polusi udara, sedikit demi sedikit bergerak membuat Malang sejuk kembali.
           


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Powered By Blogger

Pengikut

My Home

Jln. Bengawan Solo no.93 RT.02 RW.01 Kanor Bojonegoro

About Me

Min Rohmatillah, biasa dipanggil Iin, Lahir di Bojonegoro 14 Juni tahun 1993. TK ABA, MI ALFALAH, SMP N 1 SUMBERREJO, SMA N 1 BOJONEGORO, Dokter hewan yang menyukai design grafis. Punya Motto Good No God = 0, dan punya mimpi jadi dokter hewan ditengah hutan pulau Borneo (doain bisa ya..). u can follow my instagram @min_rahmatillah to watch my galery

Copyright © Min Rahmatillah -Black Rock Shooter- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan