Posted by : Sanguine bercerita tentang hidup Rabu, 19 Desember 2012


Tawuran nampaknya sekarang sedang menjadi isu hangat di Indonesia. tidak hanya masyarakat kelas “bawah” yang hobi dengan kontak fisik akan tetapi mahasiswa yang disebut sebut sebagai kaum “Intelektual” pun tidak dapat menghindari. Jakarta sering sekali dinodai dengan tawuran antar pelajar yang hanya disebabkan masalah sepele, kemudian Lampung yang beberapa bulan lalu digemparkan dengan kerusuhan masal hanya karena perbedaan budaya. Universitas Brawijaya Malang ( tempat saya kuliah )  pun tidak mau ketinggalan, mahasiswa Kampus Biru ini ternyata juga hobi membuat kerusuhan. Ada apa dengan gnerasi muda Indonesia???
            Tahun 1998 Indonesia resmi lepas dari embel – embel “Orde Baru”, dan di tahun 1999 Indonesia resmi menjadi Negara Demokrasi dimana rakyat bebas mengeluarkan suaranya. Entah kebablasan entah bagaimana, sejak rezim orde baru jatuh, kerusuhan kerap mewarnai negeri beribu budaya. Semakin tua seharusnya Indonesia makin dewasa, tapi kenyataan berkata lain, semakin Tua ternyata Indonesia semakin kekanak kanakan. Sedikit ada kebijakan yang memberatkan, atau sedikt ada sesuatu yang tidak sejalan dengan kepentingan golongan tertentu, wah langsung saja provokasi dimana mana yang akhirnya menyebabkan aksi turun ke jalan dan terkadang sampai tidak terkndali.
            Beberapa waktu lalu saya menyaksikan sebuah pesta demokrasi di salah satu kampus ternama di Malang. Saya terus mengamati dan hampir saya selalu datang ke tempat perhitungan. Awal perhitungan berjalan sangat lancar, yah meskipun beberapa fakultas ada suara yang tidak sesuai dengan berita acara. Semakin lama suasana semakin mencekam. Saat perhitungan masuk ke TPS Fakultas Hukum, suasana mendadak panas dikarenakan paniria kurang teliti, sehingga suara lebih banyak 10 dari yang diberita acara, namun masih diatasi ternyata ada kesalahan pada pendataan DMA ( data mahasiswa aktif ) lanjut ke TPS FEB 1 & 2. Wah ini yang bener bener riicuh, suara kembali berbeda, dan masa yang berasal dari salah satu OMEK berorientasi keislaman dengan warna kebanggan hijau tidak terima. 2 saksi yang kebetulan berasal dari calon dengan background hijau ngotot minta perhitungan diberhentikan karena panitia mengulangi kesalahan untuk ke 4 kalinya. Meskipun dalam tatib dijelaskan bahwa jika terjadi perbedaan 1-10 masih ditoleransi mereka tetap tidak terima karena merasa calon yang diusung tidak memberi tahu terdahulu. Dan kembali panitia salah.
            Akibat terlalu “pintarnya” saksi yang ternyata mendapat provokasi dari luar untuk ngotot dan menyalahkan panitia. Akhirnya perhitungan diberhentikan bahkan saat negoisasi sudah terjadi baku hantam antar salah satu kader OMEK “putih” dengan kader “hijau”. Nah banyak sekali omonga yang mengarah bahwa panitia telah mencederai pesta demokras, hello??? Bukanya yang mencedarai adalah mereka yang membuat kerusuhan?? Kalau tidak terima kenapa menyetujui tatib tersebut dahulu??? Persalahkan dong calon anda??  Lebih parah lagi adalah saat break para “mujahid” dari OMEK “hijau” mencoba meminta panitia klarifikasi didepan dengan nada tinggi. Kerusuhan tidak dapat terhindarkan. Panitia perempuan dievakuasi ke lantai 2dan kotak suara yang entah mau diapakan oleh masa dari OMEK mana saja ( karena sangking banyaknya masa) langsung diamankan. Keributan malah bukan antara panitia dengan omek “hijau” tapi malah antar omek. Kedua OMEK tersebut saling bersitegang dan ingin menembus kotak suara. Yang saya bingung kenapa OMEK “Putih” ikut bersitegang?? Eh saya baru tahu ternyata panitia di backup oleh OMEK “putih” jadi keselamatan panitia ya tergantung OMEK tersebut. Keributan ini terus berlanjut samapai beberapa hari bahkan yang paling parah adalah sampai lempar lemparan kursi. Woi katanya agen of change, dimana intelektual yang anda banggakan wahai mahasiswa????
            Saat menginjakan pertama kali di perguruan tinggi selalu ada kata kata begini “ anda adalah orang yang beruntung, hanya 8 – 10 % penduduk indonesia yang bisa merasakan bangku kuliah” tapi kayaknya kesempatan ini tidak mereka gunakan. Saya setuju dengan aksi karena memang keluarga saya kental dengan hal – hal yang berhubungan INDONESIA. tapi aksinya juga tidak kelwat batas juga bung. Dari pada tu kursi dilempar lempar dan bikin rusak fasilitas mending kasihin aja ke orang yang nggak punya kursi. Masih banyak orang yang membutuhkan. Gedung yang dipakai perhitungan butuh dana banyak untuk menegakan. Nah kalau rusak uang siapa yang mau dipakai mbenehin, katanya nggak mau kena spp mahal.
            “UU perhitungan suara: 1. Panitia selalu salah, 2. Jika panitia benar, kembali ke pasal satu” nampaknya itu cocok untuk menggambarkan suasana saat perhitungn suara di Kampus biru. Saksi dari salah satu bendera minta panitia membuat surat pernyataan telah bersalah dan blabla, tapi saat diturutin ada aja alasanya. Kalau mau diusut usut ada benernya sih, panitia bersalah karena kurang teliti dan yang paling salah besar adalah seharusnya panitia netral, tidak memihak ke salah satu pihak. Ini lah yang mungkin membuat kubu yang tidak mendapat “dukungan” dari panitia selalu mencari cari kesalahan panitia.
            Saya mencoba konfirmasi ke capres yang didukung oleh OMEK yang seneng protes ( Hobi Memberi Instrupsi ) dan jawabanya menurut saya kurang bijak untuk ukuran pemimpin, masak jawabanya kami memang diseting untuk jahat. Hah anda ini capres paling pinter lo bang, tapi hanya karena jawaban itu saya mundur dari jabatan “pendukung” anda. (heheh). Yah mungkin inilah kalau Intelektual yang kelewat batas, jadi apa apa mesti teliti biar tidak dikritisi. Ini baru pemilu kampus belum nanti kalau mereka ini dihadapin pilpres yang sebenarnya, bukan lempar kursi lagi, tapi lempar mobil (duitnya kan udah pada banyak).
'
kenapa pakai tunjuk tunjuk saya mbak???

       Ada cerita unik saat saya mengambil gambar pada saat keributan, kebetulan saat masa bersitegang panitia sampai ada yang teriak – teriak saya barusan datang dari Gebyar Festifal Tari. Saat itu saya mendapat instruksi dari PD III Fakultas Teknik untuk mengabadikan situasi tersebut. Saya sangat kesulitan mengambil angel yang bangus, tapi akhirnya saya tiba tiba menemukan kaca yang sedikit pecah sehingga memudahkan saya untuk mengambil gambar. Dan wanita berusia 21 an menunjuk saya dan berteriak agar saya tidak mengambil foto. Terus yang menjadi pertanyaan untuk apa anda melarang saya?? Takut ketahuan khalayak?? Kalau sudah berani turun aksi ya harus berani bertanggung jawab dong mbak. Lagian orang juga sudah pada tau kalau anda dan teman anda telah memberikan “sejarah baru” untuk kampus tercinta. Nah kenapa juga nggak memikirkan cara lain, anda kan sudah belajar, apalagi yang anak anak social, pakai mediasi kek atau apalah yang sudah diberikan waktu kuliah. Setelah saya analisis bahwa kampus tidak lagi memiliki keluaran pejabat berdasi akan tetapi preman berdasi.
           
            

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Powered By Blogger

Pengikut

My Home

Jln. Bengawan Solo no.93 RT.02 RW.01 Kanor Bojonegoro

About Me

Min Rohmatillah, biasa dipanggil Iin, Lahir di Bojonegoro 14 Juni tahun 1993. TK ABA, MI ALFALAH, SMP N 1 SUMBERREJO, SMA N 1 BOJONEGORO, Dokter hewan yang menyukai design grafis. Punya Motto Good No God = 0, dan punya mimpi jadi dokter hewan ditengah hutan pulau Borneo (doain bisa ya..). u can follow my instagram @min_rahmatillah to watch my galery

Copyright © Min Rahmatillah -Black Rock Shooter- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan